Senin, 28 Maret 2016

Realitas Pemuda Kekinian

Coretan Penikmat Senja

Rintik hujan dengan derasnya membasahi kota harapan ini. Bau aspal perlahan menghilang seperti sunset yang malu untuk berjumpa senja. Suasana ini seakan mengerti dengan perasaan ku yang sedang gundahnya. Ya, biasa siklus sekali sebulan ala mahasiswa yang dimana kantong mulai menipis hehehe.


Siklus itu sudah terbiasa kulalui setiap bulannya. Namun ada hal lain yang seakan membuat ku menjadi tak lebih kuat tuk melewati siklus bulanan ala mahasiswa itu. Guyonan teman-teman mengenai mengenai status ku yang masih men jomblo. Itulah sebebarnya yang membuat ku menjadi gundah. Mungkinkah, pemuda kini dinilai hanya karena atas dasar status semata ataukah mungkin seseorang kini hanya dinilai dari pakaian semata atau semuanya dinilai berdasarkan dunia semata.

Beberapa hari belakangan akal ku pun berpikir jauh ke dimensi lain. Tampaknya, urusan duniawi seperti tampangisme atau wajah kini mulai menjadi persoalan serius dalam perburuan kecantikan dan untuk selalu tampil yang tercantik/tertampan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang tidak mampu melekatkan pakaian bermerek (distro), memiliki gadget berbasis Android atau iPhone, tidak mampu mencicipi makanan di taman-taman kapitalis (restaurantmall, dan sebagainya), atau tidak menggunakan mobil pribadi dalam mobilitasnya, bersiap-siaplah untuk keluar dari kelompok strata yang telah dikonstruksi dengan sistematisnya.


Lalu, apa yang bisa diharapkan bangsa ini kepada pemuda-pemuda yang notabene adalah bakal calon penerus koruptor bangsa (minimal korupsi waktu) maupun penerus-penerus politisi instan? Alih-alih prihatin dengan kondisi negara ini yang sedang dilanda sakit berkepanjangan, justru fokus dan perhatian utama terkuras pada kondisi percintaan mereka (terutama bagi pemuda jomblo seperti aku) yang selalu menjadi guyonan dan memenuhi recent updates media sosial pemuda kini. Alih-alih membaca buku yang telah usang di lemari (kalaupun memiliki buku), justru waktu terbuang sia-sia hanya untuk scroll down status orang lain di media sosial. Hal ini hampir terjadi pada semua golongan pemuda, baik yang menyandang status pelajar, mahasiswa maupun yang seolah-olah mahasiswa.

Sebelum terlalu jauh terbawa arus marilah kembali ke jalur yang seharusnya. Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Kita sebagai generasi muda harus menjadi agent sosial of change sebagaimana mestinya mulai dari sekarang karena kalau bukan kita, siapa lagi. Pemerintah juga harus turut andil dengan mencanangkan sebuah gerakan, entah itu gerakan penguatan budaya literalisasi atau apapun itu. Tanpa support dari Pemerintah tidak menutup kemungkinan negara ini bakal menjadi lebih hancur karena tidak terjadinya regenerasi yang baik. 




0 komentar:

Posting Komentar