This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 30 Maret 2016

Tidak mengenal Kata Menyarah

Coretan Pemuda Insom (2)

Tidak Mengenal Kata Menyerah.

Kota tempat ku bermukim dilanda hujan deras hari ini. Sekitar 2 jam aku berteduh di salah satu jalan protokol di kota yang terkenal akan gudegnya. Kebanyakan dari masyarakat aku perhatikan tetap beraktifitas. Diantara mereka bahkan tak memakai mantel sebagai alat untuk terhindar dari air yang semakin derasnya turun dari langit. Hujan pun tak menjadi alasan untuk bermalas-malasan.

Aku yang hanya terdiam memperhatikan aktifitas mereka pun terkesima melihat semua yang terjadi. Dengan sesaat aku pun bergegas meninggalkan tempat ku berteduh untuk melanjutkan aktifitasku hari ini. Rintik hujan yang masih mengguyur kota ini membuat pakaian yang kukenakan agak basah. Namun itu tak membuat ku untuk kembali berteduh.

Sesampainya ditujuan ku hari ini akupun bergegas membuka jaket yang melekat ditubuhku. Ya, tujuan hari ini yakni ke kampus tempatku menempuh bangku perkuliahan. Meskipun tak ada kelas tapi setidaknya aku bisa mengisi waktu sekaligus mencari informasi tentang UKM yang lagi dirintis. Belum juga kugantung dengan baik jaket yang kukenakan, tiba-tiba aku dikagetkan oleh salah satu pimpinan UKM yang lagi kami rintis bersama di kampus tempat ku menempuh pendidikan. "Za, untung juga kamu datang, ayo temenin aku ke kampus xxxx untuk sharing tentang UKM kita kedepannya". Begitulah penyampaian beliau kepadaku yang sudah aku anggap abang di kampus tempatku kuliah.

Sebagai orang yang cinta akan almamater pun merasa senang dan begitu antusias ketika diajak sharing seperti ini. Sejenak aku pun menyiapkan senjata ampuhku, yakni beberapa lembar kertas. Setelah hujan agak redah kami pun bergegas menyusuri jalan beraspal kota harapan bagi kebanyakan mahasiswa rantau. Tak ada lagi bau aspal yang hilang disiram derasnya hujan dikala siang.

Setelah beberapa menit, kami pun sampai disalah satu kampus di kota ini. Disambut hangat oleh beberapa anggota organisasi kampus tersebut. Hitungan beberapa menit kami pun berjumpa dengan mas Kuntil salah satu orang yang berjasa merintis kembali UKM PA yang sempat vakum beberapa tahun. Beberapa wejangan pun kami dapatkan. Aku pun terkesima melihat perjuangan dan kepemimpinan beliau. Membangun mulai dari nol hingga memiliki kader militan yang tak sempat kuhitung jumlahnya.

Aku yang ikut saat sharing ini pun respect dengan perjuangan Ketua UKM PA kampus tempat ku kuliah. Dengan begitu gigihnya tetap ingin melakukan regenerasi demi kemajuan almamater. Mereka berdua tak hanya sekedar menjadi perintis maupun pemimpin namun kedua orang hebat itu telah berhasil memberikan pelajaran kepada orang di sekitarnya termasuk aku untuk tak pernah berhenti berjuang selama itu merupakan hal yang benar. 

Kepada Ketua Mapala Stiebbank Yogyakarta dan Kamapala Institut Pertanian Yogyakarta , tetaplah menginspirasi dan salam lestari. 


Senin, 28 Maret 2016

Realitas Pemuda Kekinian

Coretan Penikmat Senja

Rintik hujan dengan derasnya membasahi kota harapan ini. Bau aspal perlahan menghilang seperti sunset yang malu untuk berjumpa senja. Suasana ini seakan mengerti dengan perasaan ku yang sedang gundahnya. Ya, biasa siklus sekali sebulan ala mahasiswa yang dimana kantong mulai menipis hehehe.


Siklus itu sudah terbiasa kulalui setiap bulannya. Namun ada hal lain yang seakan membuat ku menjadi tak lebih kuat tuk melewati siklus bulanan ala mahasiswa itu. Guyonan teman-teman mengenai mengenai status ku yang masih men jomblo. Itulah sebebarnya yang membuat ku menjadi gundah. Mungkinkah, pemuda kini dinilai hanya karena atas dasar status semata ataukah mungkin seseorang kini hanya dinilai dari pakaian semata atau semuanya dinilai berdasarkan dunia semata.

Beberapa hari belakangan akal ku pun berpikir jauh ke dimensi lain. Tampaknya, urusan duniawi seperti tampangisme atau wajah kini mulai menjadi persoalan serius dalam perburuan kecantikan dan untuk selalu tampil yang tercantik/tertampan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang tidak mampu melekatkan pakaian bermerek (distro), memiliki gadget berbasis Android atau iPhone, tidak mampu mencicipi makanan di taman-taman kapitalis (restaurantmall, dan sebagainya), atau tidak menggunakan mobil pribadi dalam mobilitasnya, bersiap-siaplah untuk keluar dari kelompok strata yang telah dikonstruksi dengan sistematisnya.


Lalu, apa yang bisa diharapkan bangsa ini kepada pemuda-pemuda yang notabene adalah bakal calon penerus koruptor bangsa (minimal korupsi waktu) maupun penerus-penerus politisi instan? Alih-alih prihatin dengan kondisi negara ini yang sedang dilanda sakit berkepanjangan, justru fokus dan perhatian utama terkuras pada kondisi percintaan mereka (terutama bagi pemuda jomblo seperti aku) yang selalu menjadi guyonan dan memenuhi recent updates media sosial pemuda kini. Alih-alih membaca buku yang telah usang di lemari (kalaupun memiliki buku), justru waktu terbuang sia-sia hanya untuk scroll down status orang lain di media sosial. Hal ini hampir terjadi pada semua golongan pemuda, baik yang menyandang status pelajar, mahasiswa maupun yang seolah-olah mahasiswa.

Sebelum terlalu jauh terbawa arus marilah kembali ke jalur yang seharusnya. Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Kita sebagai generasi muda harus menjadi agent sosial of change sebagaimana mestinya mulai dari sekarang karena kalau bukan kita, siapa lagi. Pemerintah juga harus turut andil dengan mencanangkan sebuah gerakan, entah itu gerakan penguatan budaya literalisasi atau apapun itu. Tanpa support dari Pemerintah tidak menutup kemungkinan negara ini bakal menjadi lebih hancur karena tidak terjadinya regenerasi yang baik. 




Sabtu, 26 Maret 2016

Lelaki Hebat itu Bernama Ayah

Coretan Pemuda Insom (1)

Apapun sapaannya, baik itu ayah, bapak, abi, daddy, father, atau apapun, dan dimanapun. Sapaan itu tetap memiliki arti yang sama yaitu seorang lelaki yang akan selalu berusaha demi anak-anaknya dan beliau yang terhebat. Beliau yang akan selalu ada bagi keluarganya.

Beliau memang bukanlah Doraemon yang bisa memenuhi setiap kemauanku, bukanpula Presiden yang punya takhta di negeri ini, beliau bukan siapa-siapa, beliau hanyalah seorang yang menakjubkan dan nomor satu dihatiku. Aku merasa beruntung telah mendapatkan Ayah sekaligus guru dalam segala hal dalam kehidulan yang kujalani.

Aku berharap bisa menuliskan semua tentang beliau dalam sebuah buku. Walaupun kuyakin seberapa banyakpun kata indah yang tertulis, itu tak bakal mampu mewakili perasaan cinta beliau yang tak bersyarat. 



Rabu, 02 Maret 2016

Merdeka tapi Bingung

17 Agustus 1945 menjadi awal tongkat pemerintahan negeri ini.  Tepat pukul 08.00 Ir.Soekarno dan Mohammad Hatta membaca proklamasi dilapangan IKADA jln.Pengangsaan Timur. Begitu panjang jalan yang dilewati bangsa ini untuk terlepas dari penjajahan bangsa asing kala itu.  Panas dan dingin mereka hiraukan demi sebuah kemerdekaan hakiki. Pengorbanan mereka tak ternilai oleh materi.

Lantas, apakah kita sudah merdeka? 

Secara de Jure bangsa Indonesia sudah merdeka dari bangsa asing. Itu diperkuat dengan berdirinya pemerintahan secara utuh mulai dari bawah. Namun,  berbicara tentang kenyataan dilapangan,  negeri ini masih jauh dari kata merdeka. Baik dari segi pendidikan maupun perekonomian. Masih banyak anak negeri ini tak mampu mengenyam pendidikan melalui bangku sekolah.  Terkendala biaya pendidikan yang setinggi langit. Begitu pula di bidang perekonomian, pangsa pasar keuangan dan industri kebanyakan dikuasai pihak asing. Bahkan lucunya mata uang bangsa ini masih terpengaruh oleh mata uang bangsa lain.  

Perjuangan kita belum selesai, negeri ini masih butuh suntikan kekuatan dari generasi muda. Kita ketahui bersama negara ini didirikan oleh kalangan intelektual muda.  Bung Karno,  Bung Hatta hingga jend.Soedirman berasal dari kalangan muda. Sudah saatnya sebagai generasi muda terus aktif membangun Indonesia sebagaimana yang dilakukan para pendiri bangsa ini.